Pemulihan
ekonomi global pasca resesi di akhir tahun 2009 memberikan out look yang
optimis terhadap perkembangan perekonomian dunia di tahun 2010. Meskipun sempat
dilanda oleh krisis Yunani yang terjadi di awal triwulan II pada tahun 2010
namun krisis tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap industri perbankan
syariah di tanah air.
Kondisi
perbankan syariah nasional yang masih belum terintegrasi secara global
terhadap sistem finansial dunia. Jumlah eksposur valas yang dimiliki belum terbilang
signifikan berdampak pada terhindarnya bank syariah dari pengaruh langsung krisis tersebut. Kiprah industri
perbankan syariah di Indonesia sungguh fantastis.
Sepanjang
tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi sebesar 43.99% .
Meningkat pada periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar (26.55%)
dengan pertumbuhan funding dan juga financing yang cukup signifikan
dibandingkan tahun sebelumnya (Outlook Perbankan syariah 2011, Direktorat Islamic Banking BI).
Performance
Perbankan Syariah Lebih Baik
Pertumbuhan
bisnis perbankan syariah jauh lebih baik dibandingkan perbankan konvensional secara
nasional. Untuk pertumbuhan DPK perbankan syariah pada triwulan III 2010 mencapai 22.27% pada periode yang
sama tahun sebelumnya dibandingkan perbankan konvensional yang hanya mencapai
pertumbuhan di kisaran 8.67%. Sedangkan pertumbuhan pembiayaan bank syariah mencapai 30.04% dan bank konvensional hanya mencapai
15.38%.
Pertumbuhan
yang lebih tinggi ini didukung oleh meningkatnya pelaku bisnis di industri
perbankan syariah, yang berjumlah 10 Bank Umum syariah (BUS), 23 Unit Usaha syariah (UUS), dan 145 Bank Perkreditan Rakyat syariah (BPRS), serta 1388 jumlah kantor BUS dan UUS (Statistik
Perbankan syariah Bank Indonesia, 2010).
Selain
itu pertumbuhan bank syariah tidak lepas dari meningkatnya kepercayaan masyarakat untuk
menyimpan dananya untuk diolah secara syariah. Hal ini dapat dilihat dari low
cost fund dan deposito bank syariah yang tumbuh lebih tinggi dari bank konvensional.
Untuk
giro tumbuh sebesar 19.43%, tabungan tumbuh sebesar 18.12%, dan deposito tumbuh
sebesar 25.17% periode Desember 2009 sampai dengan September 2010. Bahwa ini
merupakan suatu prestasi yang luar biasa apabila melihat pertumbuhan DPK bank
konvensional secara nasional masih di bawah 10%.
Selain
itu efektivitas intermediasi bank syariah juga lebih baik. FDR (Financing to Deposit Ratio) sebesar
95% dan secara geografis telah mencapai masyarakat di lebih dari 103 Kabupaten
dan 33 Propinsi di Indonesia. Walaupun porsi pembiayaan terbesar masih berada
di DKI Jakarta sebesar Rp 24.46T dari total pembiayaan perbankan syariah yang diberikan secara nasional setidaknya untuk efektivitas
intermediasi perbankan syariah sudah cukup bagus. Apabila dibandingkan dengan LDR
perbankan nasional yang masih hanya berkisar di range 60-70%.
Walaupun
ratio FDR bank syariah cukup tinggi perlu diperhatikan agar bank syariah tetap harus berhati-hati dalam menyalurkan dananya serta
pengelolaan risiko yang harus ditingkatkan agar Non Performing Financing (NPF)
bisa dijaga pada level yang reasonable. Selain itu CAR (Capital Adequacy Ratio)
harus tetap dijaga di atas level 12% agar perbankan syariah tetap dapat menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor
produktif secara agresif dan sehat.
Tantangan
yang Dihadapi
Ke
depannya masih banyak tantangan yang dihadapi industi perbankan syariah Nasional. Walaupun pertumbuhan dan performance dalam segi
pendanaan dan pembiayaan terbilang cukup tinggi namun total aset perbankan syariah masih terbilang cukup kecil.
Pada
bulan Oktober 2010 total aset perbankan syariah masih sekitar 3.1% terhadap total aset industri perbankan
nasional. Dalam hal ini kita masih boleh dibilang tertinggal cukup jauh dari
negara tetangga kita Malaysia yang di tahun 2010 total aset perbankan syariah di negeri jiran ini sudah mencapai 20% terhadap total aset
perbankan nasional.
Bagaimana
Malaysia bisa cukup agresif dalam mengembangkan industri perbankan syariahnya.
Hal ini tidak luput dari government support. Approach top-down yang digunakan
oleh kerajaan Malaysia membuat perbankan syariah mereka maju dengan pesat. Hampir 85% dari DPK berasal dari
dana pemerintah, korporasi, dan lembaga keuangan.
Banyak
di antara korporasi dan lembaga keuangan tersebut yang terafiliasi dengan
pemerintah atau istilahnya government linked companies (GLC) atau lebih dikenal
dengan istilah BUMN di Indonesia. Sedangkan dana yang berasal dari individu
hanya 15 persen, yaitu 14,5 miliar ringgit (setara Rp 43,5 triliun) per Januari
2010 (Artikel Adiwarman Karim, 11 Oktober 2010).
Di
Indonesia peran pemerintah dan BUMN dalam menopang penghimpunan dana bank syariah tidak signifikan. Sebagian besar dana pihak ketiga berasal
dari individu dan perusahaan yang tidak terafiliasi dengan pemerintah. Bila
kita bandingkan antara jumlah dana pihak yang tidak terafiliasi pemerintah di
bank syariah Malaysia dan jumlah dana pihak yang tidak terafiliasi
pemerintah di bank syariah Indonesia ternyata Indonesia masih lebih baik.
Dari
sisi ini Indonesia patut mendapat gelar the real market leader. Itu sebabnya
customer base bank syariah di Indonesia sangat luas. Mencapai lima juta nasabah.
Begitu pula dengan customer base asuransi syariah yang mencapai 3,5 juta pemegang polis dan 500 ribu investor
reksa dana Syariah. Dengan total 9 juta nasabah Indonesia menjadi negara dengan
customer base terbesar di dunia. Jumlah ini sama dengan dua kali lipat total
penduduk Singapura dan sama dengan total penduduk Malaysia yang beragama islam yang telah akil balig.
Luasnya
dukungan masyarakat terhadap keuangan syariah menunjukkan kekuatan pasar yang sesungguhnya. Dari sisi ini
Indonesia juga patut menyandang gelar the real market leader. Peluang untuk
mengembangkan industri perbankan syariah di negeri ini sangat besar dan bukanlah hal yang mustahil
untuk mejadikan Indonesia sebagai World’s Islamic Financial Hub menyaingi
Malaysia, Middle East Countries, bahkan juga London serta Singapore yang juga
berambisi untuk menjadi World’s Islamic Financial Hub.
Ada
pun tantangan lainnya seperti Produk Development khususnya produk treasury dan
investasi yang relatif tertinggal. Bisnis yang masih terkonsentrasi di Pulau
Jawa (pembiayaan 46%, pendanaan 45%), persepsi pencari kerja terhadap peluang
karir di bank syariah lebih rendah, serta mismatch kebutuhan tenaga kerja syariah yang siap pakai, seharusnya menjadi pertimbangan regulator
dan juga pelaku bisnis perbankan syariah agar dapat duduk bersama-sama untuk mencari solusi yang
efektif.
Strategi
Pengembangan Industri Perbankan Syariah
Penulis
beropini bahwa strategi pengembangan industri perbankan syariah seharusnya didukung oleh dua pihak. Regulator dan juga
pelaku bisnis Syariah. Dalam hal ini bank induk yang memiliki anak perusahaan
syariah.
Pertama,
untuk regulator dalam hal ini BI, harus melihat dan membuat kebijakan
pengembangan perbankan syariah secara efisien, memberikan syariah service excellent, dan berkontribusi bagi perekonomian
nasional. Untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi hal-hal yang bisa
dilakukan oleh BI antara lain bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi
untuk melakukan penilitian dan mempersiapkan kurikulum dalam mengembangkan SDM
berkualitas tinggi yang tidak hanya paham ilmu fiqh tetapi juga mendalami ilmu
perbankan dan keuangan.
Selain
itu regulasi dan supervsi yang efektif harus dijalankan dan juga aliansi
strategis yang berupa working group dengan beberapa pihak seperti Ikatan
Akuntansi Indonesia dan Dewan syariah Nasional agar dapat berjalan dengan baik sehingga inovasi
dan pengembangan produk perbankan syariah dapat berjalan dengan cepat dan efektif (Mulya E Siregar,
Direktur Islamic Banking BI, Seminar Akhir Tahun perbankan syariah November 2010).
Selain
daripada itu untuk mendorong investor asing agar tertarik menamkan modalnya di
sektor keuangan syariah Indonesia diperlukan kerja sama dengan Dirjen Perpajakan
agar tidak hanya memberikan kebijakan pajak yang mendukung saja. Tetapi, juga
menyiapkan instrumen-instrumen investasi syariah yang menarik serta payung hukum yang kuat agar investor
asing merasa nyaman untuk berinvestasi di sektor keuangan syariah nasional.
Sosialisasi
kepada masyarakat tentang produk-produk syariah serta pengembangan infratruktur dan network yang merata
dapat diinisiasi oleh BI melalui kebijakan dan inisiatif strategis. Agar hal
ini bisa diimplementasikan kepada pelaku bisnis syariah sehingga fasilitas perbankan syariah ini bisa menjangkau masyarakat luas di seluruh Indonesia.
Kedua,
dukungan dari perusahaan induk yang memiliki anak perusahaan syariah juga tidak kalah pentingnya. Dalam hal ini mengambil contoh
komitmen Bank Mandiri sebagai perusahaan induk dalam mengembangkan Bank syariah Mandiri (BSM). Bank Mandiri tidak melihat BSM sebagai
kompetitor tetapi melihatnya sebagai mitra dengan tumbuhnya BSM menjadi pemain
besar di perbankan nasional. Ini juga akan berdampak secara positif untuk bank
induknya.
Bank
Mandiri memang tidak setengah-setengah dalam mengembangkan anak perusahaannya
ini. BSM merupakan salah satu anak perusahaan Mandiri yang menyumbangkan laba
terbesar yang mencapai Rp 360 miliar per oktober 2010. Selain itu suntikan
modal terus diberikan untuk menjaga CAR BSM di atas 12%, dan Bank Mandiri mempunyai
harapan dan visi yang besar kepada BSM di dalam corporate plannya, yaitu untuk
bisa menduduki posisi Top Ten bank dengan total aset terbesar secara nasional
di tahun 2015 nanti.
Hal
ini disampaikan oleh Bapak Sunarso, Direktrur Commercial & Business Banking
Bank Mandiri yang juga mensupervisi BSM pada acara seminar akhir tahun
perbankan syariah 2010 di BI. “BSM boleh tumbuh menjadi bank besar tetapi
tidak boleh mengalahkan induknya”, lanjut beliau dengan disertai tawa dan tepuk
tangan dari peserta seminar.
Industri
perbankan syariah ke depannya akan lebih sukses dan akan menunjukkan
pertumbuhan dan performance yang lebih significant. Dengan catatan regulator
harus terus membuat kebijakan yang supportive dan juga beberapa perusahaan
induk yang memiliki bisnis perbankan syariah untuk tetap berkomitmen secara serius dalam membuat
strategi pengembangan seperti contoh kasuk Bank Mandiri sebagai benchmark.
Nama :
Nurhayati Wynona
NPM : 31109510
Kelas : 3DB19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar