Salah
satu sektor yang paling dramatis terpengaruh oleh perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi adalah perbankan. Sebelumnya mari kita lihat
kilas balik dan perkembangan terkini mengenai perbankan Indonesia. Setelah
lebih dari seperempat abad terhitung dari deregulasi pada tahun 1983, perbankan
Indonesia telah mengalami berbagai gonjang-ganjing yang sangat
mempengaruhi perekonomian Indonesia. Titik nadir perbankan sendiri terjadi
menjelang krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1997 yang dikenal sebagai
krisis moneter. Beberapa tonggak penting perjalanan dalam kurun waktu tersebut
adalah sebagai berikut.
Kilas
Balik Perbankan Indonesia
1. Paket 1 Juni
1983 merupakan salah satu tonggak penting yang mengubah arah perbankan nasional
yang tadinya belum mengikuti mekanisme pasar, atau dengan kata lain, mulai
diterapkannya equal treatment antara bank pemerintah dengan bank swasta.
2.
Kebijakan Oktober 1988 menjadi faktor utama terjadinya booming pendirian
bank dengan memberikan kemudahan bagi para investor. Dalam kurun waktu 3 tahun
sesudahnya, tercatat jumlah bank meningkat dari 111 bank pada tahun 1988
menjadi 182 bank pada pertengahan 1991. Pertumbuhan bank beserta kegiatan
penyaluran dana bank yang luar biasa tersebut akhirnya berujung pada tindakan
kebijakan uang ketat (Tight Money Policy) yang diambil oleh Bank
Indonesia pada Tahun 1990.
3.
Pakfeb 1991, yang bertujuan untuk mengembangkan dunia perbankan menjadi lembaga
keuangan yang sehat, kuat, dan tangguh serta lebih dipercaya baik dalam tingkat
nasional maupun global. Sistem penilaian kesehatan bank dengan CAMEL mulai
diterapkan oleh Bank Indonesia, termasuk penetapan nilai CAR sebesar 8 persen
yang harus dipenuhi mulai tahun 1993.
4.
Bom waktu perbankan akhirnya meledak, dan tidak tanggung-tanggung dampak letusannya
terhadap perekonomian Indonesia. Pada November 1997 sejumlah bank mulai rontok
yang diawali dengan ditutupnya 16 bank yang akhirnya menyeret Indonesia ke
krisis moneter yang tak terlupakan dalam sejarah perekonomian Indonesia.
5.
Pada tahun 1998 dibentuk BPPN sebagai lembaga yang berusaha untuk menyelamatkan
wajah perbankan Indonesia. BPPN lahir sebagai salah satu butir dalam
serangkaian Letter of Intent (LOI) antara Pemerintah Indonesia dengan
IMF, dengan LOI pertamanya ditandatangani pada 1 November 1997.
Pembentukan BPPN ini dianggap sebagai awal proses rehabilitasi terhadap
industri perbankan. Pada tahun 1998, dari 55 bank yang dirawat
oleh BPPN ternyata 10 bank tidak tertolong (dilikuidasi), 4 bank harus masuk
unit gawat darurat (direkapitalisasi), dan sisanya masih terus dirawat
intensif. Pada maret 1999 38 bank kembali tak tertolong, 9 bank
direkapitalisasi, dan 7 bank diambil alih.
6.
Perbankan Indonesia sudah memasuki tahap konsolidasi yang ditandai dengan
diluncurkannya Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Bank Indonesia telah
meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) pada bulan Januari 2004,
sebagai awal dari tahap konsolidasi perbankan Indonesia. Ke dapannya, bank-bank
Indonesia digolongkan kedalam 4 kelompok bank yaitu bank Internasional, bank
nasional, bank fokus, dan bank dengan cakupan usaha terbatas. Pengelompokkan
bank tersebut didasarkan pada kemampuan modalnya.
7.
Terakhir adalah paket Oktober 2006 (Pakto) yang dikeluarkan oleh BI. Salah satu
maksudnya adalah untuk mendorong perbankan nasional dalam meningkatkan
penyaluran kredit tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. Pakto ini mencakup
13 Peraturan Bank Indonesia, dua diantaranya adalah mengenai pelarangan
kepemilikan tunggal dan pelaksanaan Good Corporate Governance.
Kilas
balik yang penuh gejolak tersebut tidak menghalangi peranan perbankan sebagai
sub sektor ekonomi yang paling sentral peranannya dalam memobilisasi dana
masyarakat. Mengacu ke laporan Bank Indonesia, sampai dengan bulan Juli
2007, jumlah bank yang beroperasi di Indonesia tercatat sebanyak 130 bank
umum dan 1816 BPR. Total aset perbankan nasional adalah Rp 1.801.094,- Milyar,
belum termasuk asset BPR sebesar Rp 25.140,- Milyar. Total simpanan masyarakat
atau dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh bank umum adalah adalah
sebesar Rp 1.562.070,- Milyar dan oleh BPR sebanyak Rp 20.537,- Milyar. Memang
sebuah angka yang luar biasa dan terus meningkat dari tahun ke
tahun.Angka-angka tersebut menunjukkan beberapa hal yang menarik.
Pertama, masyarakat Indonesia masih menaruh kepercayaan terhadap
perbankan sebagai alternatif investasi dan sebagai institusi penyimpanan dana.
Fungsi agent of trust ini tentunya membawa konsekuensi terhadap
pentingnya masalah intergritas institusi dan individu di bidang perbankan.
Kedua,
angka tersebut menunjukkan dominasi atau ketergantungan terhadap bank sebagai
lembaga penyimpan sekaligus lembaga pembiayaan dalam perekekonomian Indonesia.
Total aset perbankan yang lebih dari 1800 triliun tersebut adalah dua kali
lipat dari PDB Indonesia, yang sampai triwulan I 2007 tercatat sebesar
915,9 triliun. Angka tersebut juga terlihat luar biasa dibandingkan dengan
total aset perusahaan asuransi jiwa- yang tercatat hanya sebesar Rp 82 triliun
pada kuartal II 2007. Ketergantungan tersebut tentunya- di sisi lain, memang
mengandung resiko tinggi jika tidak dikelola dengan baik oleh pelaku-pelaku di
industri perbankan.
Ketiga,
jumlah aset dan dana masyarakat yang luar biasa tersebut tentunya memerlukan
kapasitas atau produktifitas yang tinggi, baik secara institusi maupun Sumber
Daya Manusia di bidang perbankan. Sebagai ilustrasi, dengan jumlah kantor bank
umum sebanyak 9492 maka setiap kantor harus mengelola dana masyarakat sekitar
Rp 165 Milyar per kantor. Jika dana masyarakat dibagi dengan jumlah karyawan
bank yang berjumlah sekitar 100.000 orang maka setiap karyawan bank mengelola
dana masyarakat sekitar Rp 15 Milyar per orang. Kapasitas intitusi dan
individu yang bergerak di industri perbankan tersebut tentunya memerlukan
fasilitas atau alat bantu dalam pengolahaan dana dan berbagai layanan jasa
keuangan terkait lainnya. Disinilah fungsi dari teknologi informasi dan komunikasi
di industri perbankan.
Penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional relatif lebih maju
dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya diantaranya
meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System, Real
Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan internet
banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi
Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan
komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer
adalah Electronic Banking. Electronic banking mencakup wilayah
yang luas dari teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa
diantaranya terkait dengan layanan perbankan di “garis depan” atau front end,
seperti ATM dan komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok
lainnya bersifat back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh
lembaga keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic
check conversion.
Saat
ini sebagian besar layanan E-banking terkait langsung dengan rekening
bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk
nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip
dalam smartcard). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan
kompleksitas transaksi, berbagai jenis E-banking semakin sulit dibedakan
karena fungsi dan fiturnya cenderung terintegrasi atau mengalami konvergensi.
Sebagai contoh, sebuah kartu plastik mungkin memiliki “magnetic strip”-
yang memungkinkan transaksi terkait dengan rekening bank, dan juga memiliki
nilai moneter yang tersimpan dalam sebuah chip. Kadang kedua jenis kartu
tersebut disebut “debit card” oleh merchant atau vendor.
Beberapa gambaran umum mengenai jenis-jenis teknologi E-Banking dapat dilihat
di bawah ini.
Jenis-Jenis
Teknologi E-Banking
Automated
Teller Machine (ATM). Terminal
elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang
membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya
di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
Computer
Banking. Layanan bank yang bisa diakses
oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan
beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
Debit
(or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale
(POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet
(diambil) dari rekening banknya.
Direct
Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang
dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah)
yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer
elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
Direct
Payment (also
electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan
nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut
secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct
payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah
harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
Electronic
Bill Presentment and Payment (EBPP).
Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau
pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening
bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan
tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan
mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
Electronic
Check Conversion. Proses konversi informasi yang
tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format
elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih
lanjut.
Electronic
Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke
rekening lainnya melalui media elektronik.
Payroll
Card. Salah satu tipe “stored-value
card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang
memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point
of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu
tersebut secara elektronik.
Preauthorized
Debit (or
automatic bill payment). Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah
untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening
banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran
tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara
elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya
PLN atau PT Telkom).
Prepaid
Card. Salah satu tipe Stored-Value
Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan
sudah membayar nilai tersebut ke penerbit kartu.
Smart
Card. Salah satu tipe stored-value
card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors
sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses
untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi
saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada
sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem
tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
Stored-Value
Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan
sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan
atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
Untuk single-purpose stored value card, penerbit (issuer) dan
penerima (acceptor) kartu adalah perusahaan yang sama dan dana pada kartu
tersebut menunjukkan pembayaran di muka untuk penggunaan barang dan jasa
tertentu (misalnya kartu telpon). Limited-purpose card secara umum
digunakan secara terbatas pada terminal POS yang teridentifikasi sebelumnya di
lokasi-lokasi tertentu (misalnya vending machines di
sekolah-sekolah). Sedangkan multi-purpose card dapat digunakan
pada beberapa penyedia jasa dengan kisaran yang lebih luas, misalnya kartu
dengan logo MasterCard, Visa, atau logo lainnya dalam jaringan antar bank.
Nama :
Nurhayati Wynona
NPM : 31109510
Kelas : 3DB19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar